Minggu, 12 Agustus 2012

jejak ISLAM di ARGENTINA

Argentina, negara yang sangat terkenal dengan dunia ke sepak bolaannya ini pun ternyata menyimpan jejak-jejak Islaminya, yang dibangun dalam bentuk sebuah Pusat Kebudayaan Islam yang sangat menarik. bahkan menurut salah satu hasil survei, Argentina merupakan wilayah dengan penduduk muslim terbanyak di Amerika Latin,,,kurang lebih sekitar 3 juta jiwa (Subhanallah...!!!)
Ide pembangunan pusat kebudayaan Islam ini berawal ketika Presiden Argentina (Carlos Menem) yang konon memang mempunyai kakek seorang muslim, berkunjung ke Saudi Arabia pada tahun 1992. bertemunya Menem dengan Raja Fadh melahirkan sebuah kesepakatan untuk membangun Pusat Kebudayaan Islam di Argentina. meskipun pada awalnya rencana pembangunan menimbulkan pro dan kontra dari sekian juta penduduk Argentina. Namun pada akhirnya proyek pembangunan Pusat Kebudayaan Islam ini pun resmi dibangun pada tahun 1995 dan selesai di tahun 2000 yang dikenal dengan nama King Fadh Islamic Cultural Center.
Hingga kini King Fadh Islamic Center menjadi kebanggaan setiap muslim di Argentina. Salah satu keunikan dari King Fadh Cultural Center yakni dibangun di antara pusat pertokoan dan apartemen mewah, yang menjadikannya sangat menarik. Dengan bangunan bergaya Timur Tengah yang sangat khas King Fadh Cultural Center pun dapat dijadikan sebagai pusat studi islam di Argentina. Jazakumullah... 

Semoga bermanfaat, jika ada yg lebih faham mohon dpt mmbantu mmprbaiki kekuarangan dr tulisan ini. terimakasiih



Sumber: ___, 2010, "Argentina pun Punya Pusat Kebudayaan Islam", Al-Hikmah. Bandung: Yayasan Dompet Dhuafa Jawa Barat.

Jumat, 03 Agustus 2012

A Thousand Years (Christina Perri)

Heart beats fast
Colors and promises
How to be brave
How can I love when I'm afraid to fall
But watching you stand alone
All of my doubt suddenly goes away somehow

One step closer

[Chorus:]
I have died everyday waiting for you
Darling don't be afraid I have loved you
For a thousand years
I'll love you for a thousand more

Time stands still
Beauty in all she is
I will be brave
I will not let anything take away
What's standing in front of me
Every breath
Every hour has come to this

One step closer

[Chorus:]
I have died everyday waiting for you
Darling don't be afraid I have loved you
For a thousand years
I'll love you for a thousand more

And all along I believed I would find you
Time has brought your heart to me
I have loved you for a thousand years
I'll love you for a thousand more

One step closer
One step closer

[Chorus:]
I have died everyday waiting for you
Darling don't be afraid I have loved you
For a thousand years
I'll love you for a thousand more

And all along I believed I would find you
Time has brought your heart to me
I have loved you for a thousand years
I'll love you for a thousand more

winter child lyrics (OST Dream High Part.4)


Kyeoure taeeonan areumdaun dangsineun
Nuncheoreom kkaekkeuthan namanui dangsin

Gyeoure taeeonan sarangseureon dangsineun
Nuncheoreom malgeun namanui dangsin

Hajiman bom, yeoreumgwa gaeul, gyeoul

Eonjena malgo kkaekkeuthae

Gyeoure taeeonan areumdaun dangsineun
Nunchereom kkaekkeuthan namanui dangsin

Hajiman bom, yeoreumgwa gaeul, kyeoul
Eonjena malgo kkaekkeuthae

Gyeoure taeona areumdaun dangsineun
Nuncheoreom kkaekkeuthan namanui dangsin

Saengil chukhahamnida, saengil chukhahamnida
Saengil chukhahamnida. Dangsinui saengireul

Happy Birthday To You
(Happy Birthday To You)
Happy Birthday To You
(Happy Birthday To You)

Happy Birthday To You
(Happy Birthday To You)
Happy Birthday To You
(Happy Birthday To You)

Happy Birthday To You
Happy Birthday To You
Happy Birthday To You

Happy Birthday To You

Happy Birthday To You
Happy Birthday To You
Happy Birthday To You

Happy Birthday To You


Kamis, 02 Agustus 2012

contoh makalah etos kerja


Perlu diperhatikan dan difahami dengan baik, makalah ini saya publikasikan semata2 agar dapat menjadi sumber inspirasi bagi pembaca yg budiman, tanpa ada niat untuk menyinggung berbagai pihak terkait. terimakasih

DAFTAR ISI
           
            KATA PENGANTAR.............................................................................i    
            DAFTAR ISI ….....................................................................................iii
            BAB I. PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang.............................................................................1
B.     Rumusan Masalah........................................................................2
C.     Tujuan Penulisan Makalah...........................................................3
D.    Metode Penulisan Makalah .........................................................3
E.     Manfaat Penulisan Makalah.........................................................3                
BAB II. PEMBAHASAN
A.    Tinjauan Pustaka...........................................................................4
1.      Definisi Etos Kerja..................................................................4
2.      Pandangan Hidup serta Etika dalam Kehidupan Masyarakat
Jawa.........................................................................................5
3.      Keterkaitan antara Etos Kerja dengan Nilai Budaya Masyara-
kat Jawa...................................................................................7
B.     Pembahasan...................................................................................9
BAB III. PENUTUP
A.  Simpulan.......................................................................................13
B.   Saran.............................................................................................14
Daftar Pustaka....................................................................................16


BAB I
PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara yang terkenal akan kekayaannya, baik itu berupa kekayaan alam maupun kekayaan budaya serta keunikan yang dimiliki penduduknya. Tak heran bila Indonesia terkenal akan banyaknya kebudayaan yang dimiliki, sebab Indonesia merupakan negara yang penduduknya terdiri dari berbagai macam etnis atau lebih dikenal dengan negara multikultural, disamping itu kekayaan budayanya pun di dorong oleh kondisi fisik negara Indonesia yang berpulau-pulau, bahkan Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia.  Selain terkenal sebagai negara kepulauan, Indonesia pun terkenal dengan jumlah penduduknya yang cukup padat. Menurut data Badan Pusat Statistik (http://sp2010.bps.go.id/index.php) hingga tahun 2010 jumlah penduduk Indonesia mencapai  237.641.326 jiwa, yang tersebar ke berbagai wilayah, yakni perkotaan sebanyak 118.320.256 jiwa dan di daerah pedesaan sebanyak 119.321.070 jiwa.
Dengan jumlah penduduk yang besar tentu kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) pun memiliki potensi cukup besar. Mengenai kualitas SDM Indonesia, menurut Human Development Indeks (http://ekonomi.kompasiana.com) Indonesia menduduki peringkat 108 di dunia. Rendahnya kualitas SDM Indonesia di duga karena penduduk Indonesia yang kurang produktif dan kreatif, sehingga daya saing dengan negara lain cukup kecil, hal ini lah yang menyebabkan peringakat SDM Indonesia berada di bawah negara-negara tetangga seperti Malaysia, Singapura dan Philipina. Sungguh miris melihat data prestasi SDM tersebut, jika kita mengingat betapa kayanya Indonesia khususnya kaya oleh Sumber Daya Alam (SDA) yang begitu berlimpah.
Sudah lumrah di dengar bahwa salah satu faktor yang mengakibatkan Indonesia selalu dipandang memiliki SDM yang rendah yakni karena penduduk Indonesia yang memiliki etos kerja yang rendah. Namun perlu kita ingat bahwa dalam sejarahnya, hampir setiap suku di Indonesia memiliki nenek moyang yang sangat menjunjung  tinggi budaya kerja dalam kehidupannya yang kemudian diwariskan secara turun temurun kepada penerusnya. Dapat kita ambil contoh salah satu suku di Indonesia yang memiliki etos kerja yang tinggi, yakni suku Jawa. Tingginya etos kerja yang dimiliki suku Jawa dapat kita lihat dari persebaran masyarakat suku Jawa yang banyak tersebar di kota-kota besar Indonesia, bahkan tak hanya itu suku Jawa pun ditemukan bermukim di Suriname dan Malaysia. Dalam perantauannya, masyarakat suku Jawa dikenal ulet dalam bekerja sehingga tak heran bila masyarakat suku Jawa dapat kita temui dalam berbagai bidang pekerjaan, khususnya pemerintahan dan militer. Dari budaya kerja suku Jawa ini dapat kita lihat betapa masyarakat Indonesia pada dasarnya memiliki etos kerja atau budaya kerja yang tinggi.
Namun mengapa di zaman yang semakin modern ini SDM Indonesia dipandang memiliki etos kerja yang rendah sehingga menempatkan negara Indonesia pada posisi 108 di dunia. Padahal secara historis, etos kerja yang tinggi telah ditanamkan oleh penduduk Indonesia sejak dulu. Sehingga kini etos kerja menjadi permasalahan utama dalam pembangunan negara Indonesia.
Dalam buku karangan JB. Tjoek Soewarso, BA, Drs. Slamet Rahardjo, Drs. Subagyo dan Drs. Budi Cahyo Utomo M. Pd dijelaskan bahwa sejak terbitnya buku karangan Max Weber dalam bukunya yang berjudul The Protestant Ethic and the Spirit of Capialism (1956) maka masalah etos kerja suatu etnik atau suatu bangsa dan pengaruhnya terhadap perkembngan etnik atau bangsa itu, menarik perhatian para ahli ilmu sosial. Rendahnya etos kerja bangsa Indonesia pun telah banyak dikaji oleh pada ahli dan ada pula yang membukukannya. Salah satu buku yang membahas mengenai etos kerja bangsa Indonesia adalah buku karangan Wahyuningsih,BA, Dra. Elizabeth T. Gurning, dan Dra. Edhie Wuryantoro dengan judul Budaya Kerja Nelayan Indonesia di Daerah Jawa tengah , yang melihat etos kerja bangsa Indonesia dari segi maritim yang dimiliki oleh nelayan Indonesia yang berada di wilayah Jawa Tengah.
Menyadari permasalahan tersebut, maka penulis berinisiatif untuk membahas masalah etos kerja masyarakat Indonesia, namun agar pembahasan lebih mendalam dalam kajian mengenai etos kerja masyarakat Indonesia, maka pembahasan dipersempit menjadi etos kerja masyarakat Jawa.

B.            Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, penulis merumuskan beberapa pokok masalah yang akan dijelaskan lebih lanjut dalam bab selanjutnya, adapun rumusan makalah tersebut, yakni:
1.             Apakah Definisi Etos Kerja?
2.             Bagaimana Pandangan Hidup serta Etika dalam Kehidupan Masyarakat Jawa?
3.             Bagaimana Kaitannya antara Etos Kerja dengan Nilai Budaya Masyarakat Jawa?

C.           Tujuan Penulisan Makalah
Tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penulisan makalah ini, yakni sebagai berikut:
1.             Menjelaskan Definisi Etos Kerja
2.             Menggambarkan pandangan hidup serta etika dalam kehidupan masyarakat Jawa
3.             Menjelaskan keterkaitan antara etos kerja dengan nilai budaya masyarakat Jawa

D.           Metode Penulisan Makalah
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menggunakan metode studi pustaka (pengumpulan sumber dari buku) dan penggunaan browsing internet.

E.            Manfaat Penulisan Makalah
Makalah ini disusun dengan harapan dapat memberikan manfaat baik secara teoretis maupun secara praktis. Secara teoretis makalah ini berguna untuk menjelaskan masalah etos kerja bangsa Indonesia, yang dipandang dari etos kerja masyarakat Jawa. Adapun secara praktis makalah ini diharapkan bermanfaat bagi:
1.             penulis sebagai wahana penambah pengetahuan dan konsep keilmuan khususnya tentang permasalah etos etos kerja bangsa Indonesia, yang dipandang dari etos kerja masyarakat jawa pada umumnya.
2.             pembaca, sebagai media informasi mengenai masalah etos kerja bangsa Indonesia, yang dipandang dari etos kerja masyarakat Jawa baik secara teoretis maupun secara praktis.





BAB II
PEMBAHASAN

A.           Tinjauan Pustaka
1.             Definisi Etos Kerja
Untuk menggali makna atau mengetahui definisi dari etos kerja, alangkah baiknya jika kita pun mengkaji makna kata perkata dari etos kerja itu sendiri, guna mendapatkan pemahanan yang lebih mendalah mengenai definisi dari etos kerja.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia (http:bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi) etos adalah pandangan hidup yang khas dari suatu golongan sosial, sedangkan menurut Clifford Geertz etos menunjukkan pada sifat, watak dan kualitas kehidupan bangsa, moral dan gaya estetis. Etos adalah sikap mendasar terhadap diri bangsa itu dan terhadap dunia yang direfleksikan dalam kehidupan. (Soewarsono et.al, 1995: 4)
Kerja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kegiatan melakukan sesuatu, yang dilakukan atau yang sedang diperbuat. Sementara itu, definisi kerja menurut Magnis Soseno menyebutkan bahwa kerja adalah melakukan kegiatan yang direncanakan  dengan pemikiran khusus demi pembangunan dunia dan hidup manusia. Kerja merupakan hak istimewa manusia oleh karena itu merupakan keharusan bagi manusia untuk melakukan. (Soewarsono et.al, 1995: 4)
Dari pendefinisian etos kerja kata perkata, dapat kita simpulkan bahwa etos kerja adalah suatu pandangan hidup yang khas yang menggambarkan kualitas hidup suatu golongan atau bangsa dalam upaya khusus guna membangun hidup manusia . Namun tentu pengertian ini belum dapat menjelaskan secara jelas definisi dari etos kerja, maka kiranya kita pun perlu menelaah definisi etos kerja dari berbagai ahli.
Taufik Abdullah (Anas Saidi, 1994) mengemukakan bahwa etos kerja adalah alat dalam pemilihan. Sehingga dalam pengertian ini maka etos kerja dapat dilihat dari dua segi. Pertama, menyangkut kedudukan kerja dalam hirarki nilai, apakah kerja dianggap sebagai sesuatu yang dilakukan secara terpaksa sebagai pilihan utama atau ibadah. Atau bekerja dianggap sebagai kegiatan rutin yang harus dijalani manusia. Kedua, apakah dalam hirarki itu ada perbedaan dasar memilih dari berbagai jenis pekerjaan yang tersedia. Apakah ada derajat penilaian bahwa pekerjaan yang satu lebih penting dari pekerjaan yang lain.
Menurut K.H. Toto Tasmara (http://fadlyknight.wordpress.com/2011/10/06/etos-kerja-moral-pembangunan-dalam-islam/) etos kerja adalah totalitas kepribadian dirinya serta caranya mengekspresikan, memandang, meyakini dan memberikan makna ada sesuatu, yang mendorong dirinya untuk bertindak dan meraih amal yang optimal.
Dari berbagai definisi diatas maka kini dapat kita simpulkan bahwa etos kerja merupakan suatu watak, sifat, keyakinan maupun pandangan yang positif yang dimiliki oleh sekelompok orang atau golongan dalam melakukan suatu pekerjaan atau pembangunan yang disertai dengan semangat, rasa optimis, serta keuletan untuk mencapai satu tujuan atau meraih kesuksesan melaui usaha yang gigih, yakin, dan tidak mudah berputus asa.

2.             Pandangan Hidup serta Etika dalam Kehidupan Masyarakat Jawa
Mengingat bahwa tema makalah yang diangkat oleh penulis adalah mengenai etos kerja masyarakat Jawa, maka kiranya penulis merasa perlu untuk menjelaskan pandangan hidup serta etika dalam etos kerja masyarakat Jawa, karena aspek-aspek kebudayaan atau adat istiadat sangat berpengaruh dan saling berkaitan dalam kehidupan masyarakat Jawa. Sehingga jika kita akan menjelaskan mengenai etos kerja masyarakat Jawa, maka sebelumnya kita pun harus menjelaskan pula pandangan hidup serta etika kehidupan masyarakat Jawa.
Sebelum kita membahas lebih jauh mengenai pandangan hidup serta etika mayarakat Jawa, tentu kita harus menelaah terlebih dahulu makna dari kata etika.
Banyak orang menyandingkan kata etika dengan moral, sehingga banyak pula para ahli yang menyebutkan bahwa etika merupakan filsafat mengenai bidang moral. Ini berarti antara etika dan moral memiliki suatu hubungan atau keterkaitan yang tidak dapat dipisahkan.
Magnis Soseno (Endraswara, 2010: 12) mengemukakan  istilah etika dalam arti lebih luas, yaitu sebagai  keseluruhan norma dan penilaian yang dipergunakan oleh masyarakat yang bersangkutan untuk mengetahui bagaimana manusia seharusnya menjalankan kehidupannya. Sedangkan Freeman (Endraswara, 2010: 246) mengemukakan bahwa ‘etika adalah aturan yang tetap tentang sikap.’
Dari uraian diatas maka dapat kita simpulkan bahwa etika merupakan suatu tatanan atau nilai-nilai yang sangat berhubungan dengan moral yakni mengenai baik buruknya suatu perilaku individu dalam masyarakat. Etika antara satu golongan dengan golongan lainnya tentu memiliki perbedaan, namun terdapat pula persamaan yakni persamaan pandangan dari setiap golongan masyarakat bahwa etika itu berhubungan dengan moral yang harus dijaga dari generasi ke generasi, merupakan pedoman berperilaku bagi individu dalam suatu masyarakat, etika pun dapat pula berarti suatu pedoman berperilaku yang memberikan batasan-batasan bagi individu,selain itu etika merupakan pandangan hidup ke arah yang positif.
Masyarakat Jawa pun memiliki etika tersendiri dan menjadi ciri khas bagi masyarakat Jawa. Adapun dalam etika masyarakat Jawa dikenal adanya istilah Ambeg  yang artinya watak orang Jawa, yang menentukan tindak tanduk seseorang. Mengingat bahwa masyarakat Jawa merupakan suatu masyarakat yang kental akan ajaran-ajaran kebathinan maka dikenal pula istilah etika kejawen yang tidak akan pernah lepas dari pandangan hidup masyarakat Jawa. Terdapat sebuah pepatah Jawa yang sangat terkenal dan sedikit banyak dapat kita ketahui pandangan hidup masyarakat Jawa:
Jagra angkara winangun,
Sudira marjayeng westhi,
Puwara kasub kuwasa,
Sastraning jre Weddha muni,
Sura dira jayaningrat,
Lebur dening Pangastuti
Inti dari pepatah Jawa tersebut yakni, bahwa orang Jawa harus senantiasa selalu mengingat Tuhannya, Tuhan yang telah menciptakannya. Dengan ini maka pandangan hidup orang Jawa dalam melakukan apapun harus senantiasa mengingat Tuhannya, karena dengan dengan mengingat Tuhan manusia akan selalu berada di jalan kebenaran.
“Adapun nilai kehidupan atau kemanusiaan orang Jawa di ukur dari ambegnya: ambeg satria-pinandhita, ambeg jatmika, ambeg berbudi darma, ambeg paramarta, ambeg sesongaran, ambeg budi candhala...” (Endraswara, 2010: 49)
Ciri khas lain dari pandangan hidup orang Jawa yakni selalu berusaha untuk menjaga keselarasan antara dirinya dengan lingkungan alam sekitar. “ Oleh sebab itu hubungan orang Jawa dengan sesamanya, alam, makhluk lain, dan juga Tuhan selalu dikaitkan dengan ambegnya” (Endraswara, 2010: 50). Tak heran bila kini dalam pandangan hidup masyarakat Jawa berkembangnya suatu keyakinan harus adanya keselarasan antara manusia dengan lingkungan sekitar, secara historis keyakinan akan keselarasan ini telah ada atau telah dianut sejak zaman berkembangnya sistem kerajaan di tanah Jawa, khususnya di Kerajaan Mataram Kuno.
Raja-raja Jawa percaya pada landasan kosmologis, yaitu suatu keserasian antara dunia manusia (mikrokosmos) dan alam semesta (makrokosmos). Menurut kepercayaan ini manusia serta raja yang berkuasa selalu berada dalam dibawah pengaruh alam semesta, seperti bintang-bintang, planet-planet, bulan, matahari, gunung-gunung, dan samudra luas. Kekuatan alam dapat mengendalikan manusia, berpengaruh baik atau buruk terhadap jalan hidup manusia. (Supriatna, 2009: 17)
Dalam etika masyarakat Jawa dikenal adanya istilah Udarasa  dan Nga lelet, dimana udarasa merupakan suatu etika yang berhubungan dengan pemikiran dan rasa orang Jawa sedangkan istilah nga lelet menunjukkan bahwa meskipun orang Jawa memiliki suatu aturan-aturan atau etika yang sekilas tampak mengikat, namun sebenarnya etika Jawa bersifat fleksibel dengan kata lain tidak kaku.
Karena orang Jawa dalam kehidupannya sangat menjunjung tinggi suatu keselarasan, maka dikenal dua prinsip hidup orang Jawa, yakni prinsip rukun dan prinsip hormat. Dalam pandangan hidupnya, jika mereka dapat mengaplikasikan kedua prinsip tersebut dalam hidupnya, maka keselarasan dan keharmonisan hidup pun dapat diraih.
Dalam etika bisnis masyarakat Jawa, dikenal adanya konsep satak sanak bathi. “...Konsep semacam ini menandai bahwa bisnis tidak sekedar untung material, melainkan juga ranah sosial, dan bahkan spiritual” (Endraswara, 2010: 236) sehingga dimanapun mereka merantau, merekan cenderung dapat diterima dengan baik oleh masyarakat diperantauan sebab orang Jawa dapat beradaptasi dengan baik di lingkungan yang baru.

3.             Keterkaitan antara Etos Kerja dengan Nilai Budaya Masyarakat Jawa
Telah diuraikan dalam pembahasan sebelumnya bahwa salah satu ciri khas dari masyarakat Jawa yakni dalam kehidupan sehari-harinya masyarakat Jawa masih percaya pada hal-hal yang berbau mistis dan percaya akan adanya kekuatan-kekuatan dalam benda-benda disekelilingnya, seperti pohon keramat, batu keramat dan lain-lain.
Budaya masyarakat Jawa yang masih percaya pada hal-hal mistis tersebut masih di pegang kuat dan terus dijaga serta dilestarikan secara turun temurun. Keyakinan ini biasa disebut dengan aliran Kejawen atau Ngelmu Kesampurnaan. Seorang penulis bernama Hadiwijaya telah menjelaskan aliran kejawen dalam karyanya yang berjudul Tokoh-Tokoh Kejawen, Ajaran dan Penganutnya, dalam karya tersebut ia menyatakan bahwa pandangan hidup orang Jawa terbentuk dari gabungan alam pikir Jawa tradisional, kepercayaan Hindu atau filsafat India, dan ajaran tasawuf atau mistik Islam. Pandangan hidup tersebut banyak tertuang dalam karya-karya sastra yang berbentuk prosa dan puisi.   
Dari pandangan Hadiwijaya mengenai dunia kejawen yang tertuang dalam karyanya tersebut, maka dapat kita ketahui bahwa sebenarnya aliran kejawen merupakan suatu hasil cipta atau buah fikir dari kekreatifan masyarakat Jawa kuno dalam menerima dan kemudian mengeleksi pengaruh budaya luar untuk diolah menjadi nilai budayanya sendiri. Bahkan sebagian masyarakat Jawa yang penganut aliran kejawen asli, berkembang suatu faham jika mereka tidak melakukan kewajiban atau ritual-ritual dalam aliran kejawen maka mereka telah menodai kesucian aliran kejawen, sehingga masyarakat pengenut kejawen asli sangat menjaga dan senantiasa melakukan ritual-ritual kejawen tersebut. Maka dari itu aliran atau faham kejawen tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan maupun pandangan hidup masyarakat Jawa, sehingga aliran kejawen menjadi nilai budaya yang khas dan melekat pada masyarakat Jawa.
Karena aliran kejawen sangat berpengaruh terhadap kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa, maka dalam etos kerja pun tidak luput dari pengaruh aliran kejawen. Sesuai dengan etika masyarakat Jawa yang telah dijelaskan dalam uraian sebelumnya, masyarakat Jawa sangat menjunjung tinggi keharmonisan antar makhluk khususnya hubungan dengan sesama manusia, hubungan dengan Tuhannya, dan hubungan dengan lingkungan sekitarnya. Selain itu pula masyarakat Jawa harus senantiasa menciptakan dan menjaga keselarasan antar hubungan tersebut. 
Nilai-nilai etika tersebut bagi masyarakat Jawa harus di aplikasikan dalam kehidupannya, khususnya dalam etos kerja atau budaya kerjanya. Dalam etos kerja masyarakat Jawa sangat menjaga tanggungjawab dan kejujuran, karena dalam pandangan hidup masyarakat Jawa tanggung jawab dalam bekerja tidak hanya dipertanggungjawabkan dihadapan manusia semata, lebih dari itu tanggungjawab pun akan minta oleh Tuhannya.
Dalam perantauannya orang Jawa terkenal mudah beradaptasi dengan lingkungannya, sehingga mereka mudah diterima oleh masyarakat sekitar. Hal ini bertaitan dengan konsep tuna santak bathi untuk etika bisnis masyarakat Jawa, yakni  dalam berbisnis tidak hanya untung dalam segi material, namun juga harus dalam hubungan sosial khususnya spiritual.
Untuk mendapat keuntungan dalam dunia bisnis, masyarakat Jawa menganut Ngelmu Begja yang bersumber dari aliran kejawen. Ngelmu begja terus dilestarikan dengan melakukan ritual-ritual khusus di tempat-tempat yang dianggap sakral. Dari tradisi Ngelmu begja, kita dapat melihat keterkaitan antara etos kerja dan nilai budaya masyarakat Jawa.

B.            Pembahasan
Telah dijelaskan dalam pembahasan sebelumnya bahwa pada dasarnya bangsa Indonesia memiliki nenek moyang yang sangat menjunjung tinggi etos kerja dalam kehidupan sehari-sehari, hal ini dapat kita lihat adanya suatu tradisi merantau yang salah satunya dimiliki oleh suku Jawa. Terlepas dari hal tersebut penerapan etos kerja yang tinggi tidak hanya dilihat dari adat rantau saja, namun dapat pula dilihat dari bagaimana suatu kelompok masyarakat pedalaman bertahan hidup dengan bekerja mengolah alam sekitarnya, sepeti bertani melaut dan sebagainya untuk bertahan hidup.
Jika budaya kerja atau etos kerja tinggi telah diterapkan sejak dulu,ini berarti etos kerja tinggi telah menjadi suatu budaya bagi masyarakat Indonesia, dan jika kita mengingat sifat dari suatu budaya yakni akan terus diturunkan dan dilestarikan oleh masyarakat pemiliknya, tentu jikalau etos kerja tinggi telah dijunjung tinggi oleh masyarakat Indonesia sejak dulu maka seharusnya etos kerja tinggi telah mendarah daging dalam setiap jiwa masyarakat Indonesia.
Namun jika kita lihat kenyaataan dilapangan saat ini banyak masyarakat Indonesia yang justru malah menjadi pengangguran dan cenderung menggantungkan hidupnya pada orang lain. Menurut data Human Development Indeks (http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis) jumlah pengangguran di Indonesia cukup besar yaitu 8,4% dari total angkatan kerja di Indonesia, hal ini menunjukan banyak SDM yang menganggur atau tidak memiliki pekerjaan di Indonesia. Dengan jumlah pengangguran yang tinggi, tentu akan mempengaruhi pendapatan nasional Indonesia. Dimana pendapatan masyarakat Indonesia relatif rendah sedangkan biaya konsumsi atau biaya hidup yang melambung jauh dari pendapatan sehingga tidak terciptanya keseimbangan ekonomi masyarakat, hal ini berujung pada peningkatan jumlah kemiskinan penduduk. Peningkatan jumlah kemiskinan penduduk ini disebabkan karena masyarakat terjebak dalam lingkaran kemiskinan, yakni pendapatan rendah, modal rendah, produktifitas rendah dan akhirnya terjebak dalam kemiskinan. Fenomena tersebut sedikit banyak telah menunjukkan masyarakat Indonesia yang kurang produktif sehingga berdampak pada pandangan masyarakat dunia bahwa Indonesia memiliki etos kerja rendah.
Melihat kenyataan tersebut tentu hal ini sangat bertentangan dengan etos kerja tinggi yang telah dibina sejak dulu, dan kini timbulah pertanyaan jika memang budaya kerja atau etos kerja tinggi telah ditumbuhkan sejak dulu mengapa kini justru masyarakat Indonesia dipandang memiliki etos kerja rendah sehingga menempatkan negara ini pada posisi 108 berdasarkan penilaian HDI dari segi kualitas SDM Indonesia, apakah budaya kerja yang sejak dulu diterapkan kini telah pudar sehingga menjadikan warga negara Indonesia yang malas dan berkualitas rendah?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, alangkah baiknya kita menelaah pendapat Jansen Hulman Sinamo (http://www.tokoh-indonesia.com/ensiklopedi/j/jansen-sinamo/berita/05-06/index.shtml) mengenai potensi yang dimiliki negara Indonesia, Jansen mengatakan bahwa Indonesia adalah negara yang dikarunia SDA yang melimpah ruah dengan jumlah penduduk yang besar, ini menunjukkan bahwa sebenarnya Indonesia adalah sebuah negara yang kaya dan bangsa yang besar, ini merupakan modal untuk mewujudkan masyarakat yang makmur dan sejahtera.
Terlepas dari hal tersebut, kini kita telaah pendapat Mochtar Lubis (http://www.tokoh-indonesia.com/ensiklopedi/j/jansen-sinamo/berita) dalam bukunya Manusia Indonesia (1977), etos kerja orang Indonesia yakni: munafik atau hipokrit, enggan bertanggung jawab, berjiwa feodal, percaya takhayul, berwatak lemah dan artistik atau dekat dengan alam. Dari kesemua etos kerja Indonesia yang dikemukakan Mochtar Lubis hanya satu sifat yang positif yakni artistik atau dekat dengan alam. Sungguh miris rasanya jika kita mengingat etos kerja orang Indonesia yang disampaikan oleh Mochtar Lubis, apakah kesemua pendapat itu sesuai dengan keadaan etos kerja masyarakat Indonesia saat ini?
 Jika kita melihat kenyataan dilapangan rasanya memang benar apa yang dikatakan oleh Mochtar Lubis, dan mau tidak mau kita pun harus mengakui bahwa etos kerja bangsa Indonesia memang cenderung rendah. Rendahnya etos kerja masyarakat Indonesia bukan tanpa alasan, alasan mendasar yang melatar belakangi rendahnya etos kerja masyarakat Indonesia adalah kurangnya kualitas SDM Indonesia sendiri kemudian didukung dengan kurangnya perhatian pemerintah terhadap masalah ini, adapun pemerintah sendiri telah mengeluarkan berbagai kebijakan-kebijakan dengan dalih untuk mensejahterakan rakyat namun dalam kenyataannya kebijakan-kebijakan tersebut malah semakin memperburuk keadaan rakyat, hal ini terjadi karena kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah cenderung menguntungkan pemerintah sendiri bukan untuk mensejahterakan rakyat. Sehingga tak heran bila kini citra pemerintah semakin terlihat bobrok dimata rakyat, banyaknya kasus korupsi, suap menyuap, calo proyek dan masih banyak lagi kasus yang membuat citra pemerintah semakin terkikis yang berujung pada kekecewaan rakyar dan tidak mempercayai pemerintah. Berkaitan dengan hal tersebut, Jansen Hulaman Sinamo berpendapat bahwa rendahnya etos kerja Indonesia deperparah dengan negatifnya keteladanan yang ditunjukkan oleh para pemimpin. Mereka merupakan model bagi masyarakat yang bukan hanya memiliki kekuasaan formal, namun juga kekuasaan nonformal yang justru sering disalah gunakan.
Secara global memang rendahnya etos kerja ini terjadi pada sebagian besar masyarakat Indonesia tak terkecuali masyarakat Suku Jawa yang dikenal memiliki etos kerja yang tinggi. Memang secara historis etos kerja tinggi telah di terapkan sejak dahulu oleh nenek moyang bangsa Indonesia, namun seiring berkembangnya zaman, masalah sosial dan karena pengaruh globalisasi maka etos kerja yang sejak dulu di bina lambat laun mulau pudar karena pengaruh-pengaruh tersebut. Selain karena masalah sosial yang dihadapi, perkembangan tekhnologi pun ikut berperan penting karena dengan semakin canggihnya tekhnologi yang memberikan segala kemudahan hidup, ini mendorong berkembangnya budaya praktis pada masyarakat yang pada akhirnya berpengaruh pada etos kerja masyarakat yang tidak ingin berusaka keras dan selalu menginginkan semua yang instan, maka tak heran bila berkembang pandangan bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang malas maka etos kerjanya pun dinilai rendah. Tentu rendahnya etos kerja masyarakat Indoneisa menjadi masalah besar bagi bangsa ini, karena jika etos kerja rendah terus dipertahankan dan tidak ada purubahan maka dapat dipastikan kehancuran dan ketertinggalan Indonesia dari negara-negara lain. Mengingat hal tersebut tentu permasalahan ini harus segera diselesaikan, minimal mendapat solusi pemecahan.
 Sebenarnya banyak solusi pemecahan secara global seperti pembenahan peningkatan perhatian dari pemerintah dengan memberlakukan kebijakan-kebijakan yang pro rakyat dan lain-lain, namun jika kita melihat dari sudut pandang budaya Suku Jawa, kiranya kita dapat mengambil etos kerja masyarakat Jawa yang ulet dalam bekerja, meskipun memang pada saat ini masyarakat Jawa pun dipandang malas oleh segelintir orang namun setidaknya nilai budaya ulet masih tertanam pada jiwa masyarakat Jawa. Kita dapat mengambil contoh seorang pria dari Gunung Kidul yang berhasil mendapat anugerah penghargaan Kalpataru dari pemerintah karena dengan keuletannya dia dapat mengubah sebuah desa yang sebelumnya kering tanpa air kini menjadi desa yang mudah mendapatkan air dan karena itu desa tersebut dapat mengembangkan wilayahnya khususnya dari sektor pertanian, selain itu kita pun dapat mengambil contoh keuletan orang-orang Jawa yakni Joko Widodo karena keuletannya dalam belajar ia pun akhirnya mampu merakit mobil Esemka.
Dengan ini dapat kita simpulkan jikalau benar budaya kerja yang telah diterapkan sejak dulu sudah mulai terkikis oleh perkembangan zaman, namun setidaknya dalam diri masyarakat Jawa masih tersimpan nilai-nilai keuletan yang bila mana dikembangkan tentu akan memberikan kontribusi yang baik bagi Indonesia. Sifat ulet inilah yang seharusnya dimikili oleh bangsa Indonesia, dengan kata lain bangsa Indonesia dapat belajar dari etos kerja masyarakat Jawa yang ulet.






BAB III
PENUTUP

A.           Simpulan
Setelah penulis mengadakan analisis dari berbagai sumber mengenai etos kerja masyarakat Indonesia yang dipandang dari etos kerja suku Jawa, maka penulis akan mencoba menyimpulkan pembahasan pada bab sebelumnya.
Pada zaman yang semakin modern ini Indonesia dinilai memiliki etos kerja rendah sehingga dalam dunia internasional khususnya sektor ekonomi Indonesia dinilai jauh tertinggal dari negara lain, bahkan jika dibandingkan dengan negara tengga seperti Malaysia dan Singapura pun Indonesia berada di bawah kedua negara tersebut dalam sektor ekonomi.
Banyak ahli yang berpendapat bahwa ketertinggalan Indonesia dari negara lain salah satu faktor pentingnya disebabkan oleh Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas rendah yang akhirnya etos kerjanya pun rendah. Karena etos kerja yang rendah dan kualitas SDM yang rendah, menyebabkan masyarakat Indonesia yang kurang produktif sehingga menyebabkan Indonesia kurang daya saing dengan negara lain.
Namun secara historis Indonesia adalah negara yang menjunjung etos kerja tinggi salah satunya tercermin dalam etos kerja suku Jawa yang dikenal ulet dalam bekerja. Meskipun budaya kerja atau etos kerja tinggi telah diterapkan sejak dahulu, namun seiring berjalannya waktu etos kerja tinggi yang telah tertanang sejak dulu dalam jiwa masyarakat Indonesia, sedikit demi sedikit mulai terkikis oleh berbagai pengaruh seperti globalisasi, masalah sosial seperti masalah dalam pemerintah kurang terorganisir dan cenderung memanfaatkan rakyat demi kepentingan sendiri, kemajuan teknologi yang mengajarkan masyarakat untuk hidup serba instan dan serba mudah yang akhirnya malah mengembangkan budaya malas dalam jiwa masyarakat Indonesia maka kiranya tak salah jika kita mengatakan bahwa kini etos kerja tinggi telah berganti menjadi budaya malas. Namun dari sekian banyak warga negara Indonesia tentu tidak semua memiliki etos kerja rendah adapula yang masih memiliki etos kerja tinggi.
Meskipun secara global memang kini etos kerja tinggi telah mulai terkikis dalam jiwa masyarakat Indonesia tak terkecuali masyarakat suku Jawa yang dikenal ulet dalam bekerja. Namun yang perlu diingat dalam suku Jawa, setidaknya budaya ulet dalam bekerja masih ada dalam jiwa masyarakat suku Jawa, namun sayangnya hanya segelintir orang yang dapat mengembangkannya. Sehingga ada pandangan bahwa masyarakat suku Jawa adalah pemalas. Namun jika keuletan masyarakat suku Jawa itu dapat dikembangkan dengan baik maka tentu dapat memberikan kontribusi yang besar bagi bangsa Indonesia. Alangkah baiknya jiwa masyarakat Indonesia meniru keuletan tersebut yang dibarengi dengan mau berusaha untuk mencapai kesuksesan.
Namun kekurangan dari masyarakat Jawa yakni ketika mereka sukses di perantauan, mereka cenderung enggan untuk kembali ke kampung halamannya dan ingin menetap di daerah perantauannnya. Sebenarnya mungkin sekilas kita akan berpendapat wajar saja jika mereka lebih senang menetap diperantauan dan enggan pulang ke kampung halamannya, namun jika kita pikirkan lebih jauh mereka yang pergi dan enggan kembali tidak membangun daerah asalnya untuk lebih maju sehingga daerah tersebut jalan ditempat tidak ada kemajuan karena masyarakatnya pergi dan engga kembali. Meskipun begitu tentu dari sekian banyak masyarakat Jawa masih banyak orang yang berniat pulang kembali untuk membangun daerahnya agar berkembang  lebih maju dari sebelumnya.

B.            Saran
Melihat kondisi permasalahan seperti yang telah penulis uraikan pada permasalahan sebelumnya, maka perkenankanlah penulis untuk menyampaikan beberapa saran, yakni:
1)             Hendaknya pemerintah lebih bersifat kerakyatan, agar lebih jelas sebelumnya mari kita golongkan pemerintahan di Indonesia ke dalam tipe-tipe pemerintahan, jika kita melihat kenyataan di lapangan maka pemerintahan di Indonesia saat ini dapat di golongkan ke dalam tipe pemerintahan Paternalistik. Salah satu ciri dari pemerintahan tipe ini adalah pemimpin atau orang yang berkuasa sering menonjolkan sikap paling mengetahui dan cenderung menggurui (Siagian, 2009: 78). Saat ini banyak pemimpin Indonesia yang lebih mementingkan dirinya sendiri dari pada kesejahteraan rakyatnya. Maka dalam mengambil suatu keputusan atau kebijakan mereka bersikap seolah paling mengetahui padahal kenyataanya kebijakan yang mereka buat malah menyengsarakan rakyat.
Jika memang benar saat ini pemerintah di Indonesia bersifat Paternalistik, maka hendaklah dilakukan perubahan gaya kepemimpinan yang lebih merakyat salah satunya tipe Demokratik, dimana salah satu ciri dari pemerintahan tipe ini yakni pemimpin atau pemerintah mau melimpahkan wewenang pengambilan keputusan kepada bawahannya tanpa kehilangan kendali organisasional dan tetap bertanggung jawab atas tindakan tersebut (Siagian, 2009: 80), sehingga pengambilan keputusan atau kebijakan pun dapat lebih merakyat karena diambil atas keputusan bersama dimana sebelumnya melihat kondisi rakyat dan menyesuaikan dengan apa yang dibutuhkan oleh rakyatnya.
2)             Hendaknya pemerintah berupaya untuk mendukung kreatifitas rakyat guna meningkatkan produktifitas masyarakat, hal ini dapat dilakukan dengan mengadakan suatu program untuk meningkatkan kemampuan masyarakat seperti pelatihan kerja dan keterampilan. Jika program ini telah berhasil, maka etos kerja pun dapat mulai diperbaiki. Selain itu program pemerintah yang paling harus dilakukan yakni membentuk lapangan kerja yang luas.     
3)             Melakukan peningkatan standar mutu atau kualitas kerja rakyat Indonesia dengan tidak melupakan kesejahteraan pekerja dengan memberikan sejumlah jaminan kerja, seperti jaminan kesehatan dan jaminan keselamatan.
4)             Selain dukungan dari pemerintah Indonesia sendiri, tentu harus ada semangat kerja yang tinggi dari masyarakat Indonesia, salah satunya dapat pula meniru etos kerja masyarakat suku Jawa yang ulet dalam bekerja.



DAFTAR PUSTAKA
Endraswara, S. (2010). Etika Hidup Orang Jawa. Yogyakarta: Narasi

Wahyuningsih, BA., Gurning, E.T., dan Wuryantoro, E. (1997). Budaya Kerja Nelayan Indonesia di Jawa Tengah. Jakarta: CV. Bupara Nugraha

Soewarsono, BA. dkk. (1996). Persepsi Tentang Etos Kerja Kaitannya dengan Nilai Budaya Masyarakat. Jakarta: CV. Bupara Nugraha

Rusman. dkk. (1992). Dampak Sosial Budaya Akibat Menyempitnya Lahan Pertanian Daerah Jawa Tengah. Jakarta: CV. Bupara Nugraha

Supriatna, N. (2009). Perkembangan Masyarakat Indonesia. Katalog Dalam Terbitan

Siagian, S.P. (2009). Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja. Jakarta: Rineka Cipta

Mahesa, B. (2011). Kualitas SDM Indonesia di Dunia, [Online]. Tersedia:  http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2011/03/14/kualitas-sdm-indonesia-di-dunia/ . [20 Maret 2012]

Sinamo, J.H. (2012). Etos Kerja Indonesia, [Online]. Tersedia:  http://www.tokoh-indonesia.com/ensiklopedi/j/jansen-sinamo/berita/05-06/index.shtml.  [17 Maret 2012]

As’ariah. (2011). Etos Kerja Moral Pembangunan Dalam Islam, [Online]. Tersedia: http://fadlyknight.wordpress.com/2011/10/06/etos-kerja-moral-pembangunan-dalam-islam/ . [15 Maret 2012]